Berikut ini adalah peristiwa yang menimpa saya selama berada
dalam penjara Otoritas yang zalim dan biadab:
Setelah menyebarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh
Hizbut Tahrir berjudul, “Otorita Palestina Yang Tunduk Kepada Yahudi Menculik
Dan Mengadili Para Aktivis Hizbut Tahrir“, pada hari Sabtu, 23/1/2010, saya
pulang ke rumah. Dan sebelum saya sampai, aparat keamanan Abbas sudah sampai
duluan di rumah. Mereka menyerahkan pemberitahuan kepada ayah saya. Surat
pemberitahuan itu berisi, “Anda harus datang ke kantor investigasi kota“. Namun
saya tidak menghiraukannya, dan saya pun tidak memenuhi permintaan mereka.
Dua hari kemudian, tepatnya pada hari Senin, 25\1\2010
datang ke rumah saya pasukan militer untuk menangkap saya. Sementara kemarahan
tampak sekali pada diri mereka. Secara kebetulan, salah satu dari mereka ini
terjatuh pada saat pengepungan rumah, dan pada saat itu pula, pemimpin mereka
mengatakan kepada saya bahwa mereka datang untuk menangkap saya.
Ketika itu saya tidak dalam kondisi siap, saya
tidak mengenakan pakaian selain pakaian biasa, dan saya tidak memakai sepatu.
Lalu, saya meminta kepada mereka untuk memakai sepatu dulu. Namun, anggota
pasukan yang pada marah itu, menolak permintaan saya, bahka mereka menyeret
saya ke mobil. Melihat perlakuan biadab mereka ini, maka saya mulai menghardik
mereka, dan menyebutnya dengan kata-kata yang memang pantas untuk kebiadaban
mereka. Mereka semakin memukuli saya, dan saya pun semakin keras menghardik
merekak.
Dan, kemudian mereka memasukkan saya ke dalam
mobil. Selama di dalam mobil, mereka tidak henti-hentinya memukili saya, dengan
tangan, kaki, dan gagang senapan mereka. Karena terlalu sakit, maka saya pun
menjerit, “Cukuplah Allah bagi saya, dan Dia sebaik-baik wakil dalam melawan
kalian,” “Cukuplah Allah bagi saya dalam melawan setiap orang zalim, dan mereka
yang murtad.” Namun mereka semakin marah dan jengkel, serta pukulan mereka
semakin keras, sehingga mereka mendaratkan gagang senjatanya ke kepala saya,
punggung saya, kedua kaki saya, dan kedua tangan saya.
Kemudian mereka membawa saya masuk ke dalam markas
keamanan mereka. Saya dipertemukan dengan Direktur Pusat. Dan kemarahannya
terlihat jelas di wajahnya. Ia langsung menyemprot saya dengan pertanyaan,
“Mengapa Anda tidak segera datang, padahal telah sampai pemberitahuan kepada
Anda mengenai keharusan Anda datang di markas ini?Apakah Anda hendak meremehkan
Otoritas?” Saya tidak menjawabnya. Kemudian ia mulai menanyakan saya dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut:
“Apakah Anda mengakui Otoritas?”
“Saya tidak akan pernah mengakui legitimasi
Otoritas selamanya!” Ia pun semakin marah pada saya.
“Apakah Anda menyebarkan nasyrah atau publikasi?”
“Saya tidak menyebarkan, dan seandainya Anda
memberi saya kesempatan, niscaya saya sebarkan. Namun, sayang sekali Anda tidak
memberi kesempatan itu pada saya!”
“Siapa yang memberi Anda nasyrah atau publikasi
itu?”
“Tidak seorang pun yang memberi nasyrah atau publikasi
itu kepada aya.”
Kemuadian, ia kembali lagi ke pertanyaan semula.
“Mengapa Anda tidak mengakui legitimasi Otoritas?”
“Karena Otoritas ini dibentuk berdasarkan
kesepakatan Oslo, sementara kesepakatan Oslo batal demi hukum (menurut syariah
Islam). Sebab, berdasarkan kesepakatan itu, justru Otoritas telah menyerahkan
Palestina kepada Yahudi, dan ini merupakan perbuatan haram. Sehingga setiap
yang dibangun di atas sesuatu yang haram, maka ia juga haram, dan tidak sesuai
syariah (ilegal). Oleh karena itu, bagaimana mungkin saya mengakui legitimasi
sesuatu, sementara Allah tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang sah, dan
bagaimana mungkin saya menentang perintah Allah.”
“Kemudian lihatlah tindakan Otoritas Anda, yang
melakukan koordinasi keamanan dengan Yahudi; mengejar setiap orang yang ikhlas;
sementara kondisi Anda sekarang justru Anda lebin mengutakana berdamai dengan
Yahudi dan menjaga keamanannya, dari pada memerangi negara Yahudi,
menendangnya, dan mencabut pemukiman dari akarnya, bahkan Anda menerima
pembekuan pembangunannya hanya untuk sementara saja; lalu Anda mengabaikan
pengembalian para pengungsi ke rumah mereka, bahkan Anda menjadikannya hanya
hak untuk kembali, yang bisa saja diganti dengan kompensasi; dan setelah Anda
menembaki (memerangi) Yahudi, justru Anda sekarang menandatangani perjanjian di
mana Anda melarang setiap orang menembaki (memerangi) Yahudi, bahkan tidak
hanya melarangnya tetapi juga menangkapnya, memenjaranya, dan tidak jarang
hingga Anda membunuhnya. Kemudian, Anda menginginkan saya mengakui legitimasi
semua ini, bodoh benar!!”
Ia semakin marah bahkan hingga batas yang tidak
wajar. Ia tidak lagi menanggapi argumen dengan argumen, sebaliknya ia
menghardik dan berteriak dengan mengeluarkat kata-kata kotor, menghina dan mencaci
Hizbut Tahrir, para aktivisnya, dan amirnya. Sehingga saya tidak lagi menemukan
kata-kata yang lebih buruk untuk menanggapinya.
Tidak lama kemudian, ia memanggil para algojonya.
Mereka mendudukkan saya di atas kursi. Dan ia pun kembali menampari saya
beberapa kali. Sementara para algojonya menjadikan tangan saya di belakang
kursi, dan menariknya dengan kuat, hingga saya merasa bahwa tangan saya hampir
patah. Ia berteriak, “Apakah Anda mengakui legitimasi Otoritas?” Saya juga
berteriak, “Tidak! Saya tidak akan pernah mengakuinya!” Kemudian saya katakan
kepadanya, “Bagaimanapun usaha Anda mengintimidasi saya dan memukuli saya,
semua sia-sia saja. Sebab, saya tidak akan pernah mengakui legitimasi Otoritas,
dan tidak akan pernah keluar dari Hizbut Tahrir, yang merupakan denyut nadi
darah saya, bahkan seandainya Anda memotong pembuluh darah saya, niscaya Anda
akan melihat darah murni Hizbut Tahrir yang mengalir, dan sekali lagi saya
katakan bahwa saya tidak akan pernah keluar dari Hizbut Tahrir, sebab Hizbut
Tahrir ada di atas kebenaran, sementara Anda ada di atas kebatilan dan
kesesatan, pemikirannya benar dan metodenya sesuai syariah.”
Kemudian pemukulan berhenti, dan saya pun diseret
ke ruang investigasi, yang tampak tenang. Lalu, diajukan kepada saya beberapa
pertanyaan, tentang nama saya, umur saya, alamat rumah saya, apa yang saya
lakukan, dan apakah saya aktivis Hizbut Tahrir atau bukan. Saya menjawab semua
pertanyaan itu. Kemudian, ia bertanya tentang penyebaran nasyrah (publikasi).
Saya jawab, “Saya tidak melakukan, seandainya Anda memberi saya kesempatan,
niscaya saya lakukan.” Kemudian, ia bertanya pada saya tentang siapa yang
memberikan nasyrah (publikasi) itu pada saya. Saya tidak menjawab apa yang ia
tanyakan.
Setelah selesai investigasi itu, kemudian saya
dimasukkan ke dalam ruang tahanan. Dan pada akhir malam, Direktur Pusat datang
ke ruang tahanan didampingi pasukan pengawal untuk menanyakan tentang pengakuan
saya atas legitimasi Otoritas. Namun jawaban saya tidak berubah. Kemudian, ia
bertanya pada saya, “Apakah Anda yakin dengan apa yang ada dalam nasyrah
(publikasi) itu?” Saya mengatakan kepadanya, “Saya sangat yakin
seyakin-yakinya, bahkan saya meyakinkan setiap hurup sekalipun yang dikeluarkan
oleh Hizbut Tahrir sejak 1953. Sehingga bagaimanapun usaha Anda pada saya, dan
Anda menyiksa saya, maka Anda sama sekali tidak akan pernah mampu menggoyah dan
mengalahkan keyakinan saya.” Mendengar itu, wajahnya tampak merah dan sangat
marah. Kemudia, ia dan para pengawalnya memukuli saya berkali-kali dengan keras.
Dan pagi harinya, mereka memindah saya ke Markas
Besar Investigasi di kota al-Kholil (Hebron). Ketika kami sampai di sana, saya
meminta untuk dibawa ke tempat layanan medis. Dan sayapun benar-benar pergi ke
sana. Sehingga saya berhasil bertemu ibu saya yang sedang sakit untuk
meyakinkannya bahwa saya baik-baik saja. Kemudian saya berkata kepadanya,
“Jangan pernah datang ke sini lagi, dan menemui seseorang di antara
bajingan-bajingan di sini. Saya baik-baik saja, dan jangan khawatir tentang keadaan
saya.”
Kemudian, saya dimasukkan ke ruang investigasi,
lalu ia bertanya kepada saya:
“Siapa yang memberi Anda publikasi-publikasi itu?
Dimana Anda menyebarkannya, dan berapa jumlahnya? Apakah Anda yakin dengannya?
Mengapa Anda mencaci kami?”
Saya menjawab tidak seperti yang ia inginkan.
“Saya tidak menyebarkan apa-apa. Dan Anda tidak memberi saya kesempatan untuk
menyebarkannya. Sekiranya Anda memberi saya kesempatan untuk menyebarkannya,
tentu saya melakukannya. Dan saya sangat yakin seyakin-yakinnya dengan isi
publikasi itu; dan jumlahnya 6. Oleh katena itu, kami katakan apa yang dapat
kami katakan terkait Otoritas bahwa Otoritas ini begitu rendah dan hinanya di
mata kaum kafir pendudukan, mengingat satu jeeb saja di antara jeeb-jeeb Yahudi
telah membuat Anda bersembunyi di markas Anda. Dan inilah faktanya, baik Anda
akui atau tidak.”
Lalu, ia berkata kepada saya bahwa teman Anda,
Abdullah telah mengakui tentang Anda. Ia berkata bahwa ia yang telah memberikan
Anda nasyrah (publikasi) itu. Saya katakan bahwa perkataan itu sama sekali
tidak benar. Dan seandainya Abdullah mengakui sekalipun, maka Anda tidak akan
bisa membuat saya mengakui tentang seorang pun. Bahkan sekalipun Abdullah
datang dan berkata, “Saya yang memberi Anda nasyrah (publikasi) itu”, maka saya
tetap tidak akan mengakui tentang seorang pun. Untuk itu, pertemukan saya
dengan teman saya supaya kita tahu siapa yang dusta. Kemudian mereka
menghadirkan teman saya, dan mereka berusaha menyakinkan di anrara kita. Dimana
saya melihatnya bahwa mereka berkata kepada teman saya bahwa saya telah
mengakui tentang dia. Namun, justru aebuah kebenaran yang tampak ketika kami
dipertemukan. Posisi mereka sungguh tersudut dan memalukan, sebab teman saya
justru berkata kepada mereka, “Bahwa Anda benar-benar kaum pendusta.”
Kemudian, ia meminta saya untuk menandatangani
sebuah perjanjian, namun saya menolak. Pada saat itu, ada beberapa paman saya
yang datang mengunjungi saya, dan menyakinkan saya. Tampaknya mereka telah
menerima sebagian dari kezaliman, yang disampaikan kepada mereka, bahwa mereka
akan membebaskan saya jika saya telah menandatangani perjanjian.
Ketika pertemuan berlangsung, maka paman-paman
saya berkata kepada saya, “Wahai keponakan, ingat ibumu sedang sakit karena
keberadaanmu di penjara, maka janganlah kamu menambah beban dan penderitaannya.
Kamu tinggal menandatangani perjanjian ini, dan pergi bersama kami.” Saya
berkata kepada mereka, “Janganlah kalian menekan saya, sebab ibu saya baik-baik
saja. Saya ingin kalian mendukung dan meneguhkan sikap saya, dari pada kalian
menekan saya. Sungguh! Saya tidak berharap sikap seperti ini datang dari
kalian! Dan ingat! Selamanya saya tidak akan pernah menandatanganinya,
sekalipun saya sampai busuk di dalam penjara.” Salah seorang paman saya berkata,
“Jika ini yang kamu inginkan, maka bertawakkallah pada Allah, niscaya Allah
pasti melindungimu.”
Kemudian, setelah sehari, saya dipindahkan ke
penjara remaja. Dan di penjara ini saya tinggal selama dua hari tanpa dilakukan
investigasi apa pun, kecuali suatu usaha pada hari terakhir yang dilakukan oleh
direktur penjara remaja untuk meyakinkan saya agar menandatangani sebuah
perjanjian hingga akhir cerita. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil
menyakinkan saya.
Dua hari kemudian, saya dipindahkan ke Jaksa
Militer di pusat kota. Dan saya tinggal bersama mereka selama tiga hari. Mereka
menginvestigasi saya lebih dari sekali dan dengan pertanyaan yang sama. Salah
satunya adalah pertemuan dengan Jaksa (Penuntut Umum) Militer. Di mana ia
menanyakan beberapa pertanyaan kepada saya, seperti pertanyaan-pertanyaan
sebelumnya. Namun, ia berbeda dari yang lain, sebab ia begitu tenang, sampai ia
bertanya pada saya tentang sejauh mana keyakinan saya terhadap Hizbut Tahrir
yang saya menjadi anggotanya. Saya menjawab bahwa saya terlah bergabung dan
menjadi anggota partai yang agung, pemikirannya jelas, metodenya dikenal dan
sesuai syariah; Hizbut Tahrir mengemban kebaikan Islam untuk semua manusia;
Hizbut Tahrir bekerja dengan sekuat tenaga dan tekad yang kuat untuk menyelamatkan
manusia dari kesengsaraan; dan suatu hari nanti Hizbut Tahrir yang agung ini
juga akan menjadi penyelamat bagi Anda dari kehinaan yang Anda buat sendiri.
Mendengar itu, ia pun sangat marah. Dan ia mulai mencaci Hizbut Tahrir,
amirnya, dan para aktivisnya. Sikapnya itu telah membakar kemarahan saya, maka
saya membalasnya melebihi apa yang ia katakan. Ia semakin marah, bahkan ia
mengancam kelanjutan pendidikan saya dan masa depan saya. Kemudian, ia
memerintahkan penjara 15 hari bagi saya. Dan kemudian mereka membawa saya
kembali ke penjara.
Kemudian mereka kembali membawa saya kepadanya. Ia
mulai bersumpah dan mengancam hingga saya menandatangani perjanjian. Namun,
saya tidak menanggapinya dan tidak mempedulikannya. Kemudian ia berkata,
“Sungguh, saya akan memaksa Anda untuk menandatanganinya.” Saya tetap tidak
mempedulikannya. Kemudian, ia memanggil 6 orang pengawalnya. Ia meminta mereka
untuk mendudukkan saya di atas kursi, yang 4 orang memegang tangan kiri saya
dan menariknya ke belakang punggung saya, sementara yang 2 orang berusaha
menaruh pena di tangan saya, namun saya melawan dan menggenggam tangan saya
erat-erat hingga pena tidak dapat masuk. Dan Alhamdulillah, mereka tidak
berhasil.
Selanjutnya, datang Wakil Jaksa (Penuntut Umum),
dan membawa saya ke dalam ruang yang lain. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia
tidak setuju dengan metode kekerasan yang digunakan terhadap saya untuk memaksa
saya menandatangani perjanjian. Ia mulai berbicara dengan kata-kata yang manis
dalam upaya untuk meyakinkan saya agar mau bertanndatangan, seperti
perkataannya, “Ini bukan apa-apa, ini hanya sekedar kertas yang tidak penting.”
Ia menyodorkan kertas kepada saya agar saya menandatanganinya. Saya membacanya,
dan saya berkata, “Saya tidak akan pernah bertandatangan.” Kemudian, ia
menyodorkan kertas lain, dengan cara lain, lalu saya katakan, “Saya tidak akan
pernah bertandatangan.” Kemudian, ia berkata kepada saya, “Bertandatanganlah di
atas kertas putih ini!” Saya berkata, “Subhanallah! Saya tidak mungkin menandatangani
sesuatu yang tidak jelas?”
Kemudian ia menyodorkan kertas putih kepada saya,
dan berkata, “Tulislah apa yang Anda inginkan, lalu tandatanganinya.” Saya
merobek kertas itu. Kemudian, ia memberi saya kertas lain, dan berkata kepada
saya, “Berpikirlah! Tulislah apa yang Anda inginkan, lalu tandatanganinya.”
Saya pun berpikir. Lalu saya menulis di atas kertas itu teks berikut ini:
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, fulan bin
fulan, dari kota ini, tinggal di tempat ini, diantara syabab (aktivis) Hizbut
Tahrir, dimana saya begitu bangga dapat bergabung dengannya. Saya memutuskan
bahwa saya akan tetap bergabung dengan Hizbut Tahrir, melakukan dakwah kepada
kebaikan (Islam), amar makruf nahi mungkar, melakukan perjuangan politik,
serangan pemikiran, serta akan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan
Hizbut Tahrir dan aktivitasnya, seperti masirah (unjuk rasa), dan sebagainya.”
Dan kemudian saya menandatanganinya.
Ia memperhatikannya, kemudian ia tampak mengahapus
beberapa hal yang aku tidak tahu maksud dari tindakannya.
Kemudian setelah itu baru ia memerintahkan untuk
melepaskan saya. Mereka membawa saya ke sebuah kota yang saya tidak mengenali
jalannya. Saya tidak tahu bagaimana saya pergi dan ke mana saya harus pergi.
Sementara, saya tidak ada uang sama sekali untuk ongkos naik kendaraan untuk
pulang kembali ke kota saya. Sehingga akhirnya Allah mengirim orang baik kepada
saya untuk membantu saya pulang kembali ke rumah saya.
Inilah apa yang terjadi pada saya. Dan hanya
kepada Allah, saya memohon pahala, ampunan, kesehatan, dan kekuatan.