Mengamati, Melihat, memahami, Dan Menuliskannya

Minggu, 05 Juni 2011

dr Joserizal Jurnalis: Hidup Jadi Lebih Mudah

Suasana perang tak membuatnya hilang nyali untuk masuk ke sana. Justru ia tertantang untuk segera datang dan membantu saudara-saudara sesama Muslim.

Siapa yang tidak takut masuk ke medang perang? Wajar jika rasa itu ada. Tapi dari pengalaman di Maluku, saya sudah membangun pandangan bahwa kematian itu hanya ditentukan oleh Allah SWT. Dan kematian yang paling mulia itu syahid. Itu besar faidahnya bagi kita dan keluarga kita. Tapi tentu jangan asal mau mati syahid tanpa ada persiapan dan tahu syariatnya.

Ketika pertama kali berangkat ke daerah konflik, istri saya sempat bicara macam-macam. Dia sangat khawatir dengan keselamatan saya. Tapi sekarang tidak lagi. Begitu saya mau berangkat, dia langsung membereskan pakaian dan segala kebutuhan. Tak lupa kita menyelesaikan segala utang piutang. Jangan sampai kalau 'lewat' istri dililit utang.

Mungkin banyak yang bertanya mengapa saya begitu bersemangat masuk ke medan konflik? Pertama, terus terang kita ini kan mendapat amanah seperti kecerdasan, kesehatan, keberuntungan sekolah di sekolah terbaik, dapat guru-guru yang hebat juga. Saya merasa ini kesempatan yang tidak semua orang punya. Alangkah sayangnya kalau amanah yang diberikan Allah itu tidak dimanfaatkan untuk hal-hal bukan hanya sekadar cari uang.

Kedua, saya merasakan ketika datang ke daerah-daerah tersebut untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan medis, hidup ini lebih mudah. Saya merasa dunia ini lebih lega. Tidak sempit. Dan menurut Ustad Abu Bakar Basyir memang begitu. Jika engkau menolong agama Allah maka Allah akan memuliakan dan meneguhkan. Di sini kuncinya.

Setelah saya pergi ke daerah-daerah konflik seperti Moro, Pattani, Afghanistan, Irak, Libanon, Aceh, Maluku, dan terakhir Gaza, saya merasakan hidup lebih mudah. Rezeki lebih mudah. Padahal secara hitungan matematis banyak pekerjaan yang saya tinggalkan. Yang membuat enak hidup di dunia ini adalah merasa bahwa dunia ini tidak sempit.


Inspirasi dari Gaza

Saya menemukan banyak pelajaran penting di Gaza. Ketika baru sampai, saya langsung dipeluk dan disambut luar biasa oleh orang di sana. Mereka merasa mendapat kekuatan karena dikunjungi oleh saudaranya sesama Muslim yang jauh. Mereka bilang, “Terima kasih atas kedatangan kalian. Tolong ceritakan keadaan kami kepada dunia,” ujarnya. Rasa persaudaraan di sana itu sangat luar biasa.

Gaza juga menjadi inspirasi saya dan teman-teman dari rombongan Turki, Sudan dan Mesir untuk perjuangan umat Islam dan menyatukan langkah. Kita membentuk organisasi Gaza Medical International Initiatif, suatu organisasi dokter-dokter yang mau mengorbankan harta, nyawanya untuk daerah-daerah yang panas seperti Checknya, Afghanistan dan lainnya.

Pelajaran lainnya, keteguhan hati, keikhlasan, ketabahan, ketegaran, keistiqamahan, dan yakin akan pertolongan Allah itu adalah modal besar untuk menang. Bayangkan bagaimana para pejuang Gaza dengan senjata seadanya bisa menang menghadapi tank dan persenjataan terbaik di dunia milik Israel. Dengan kesederhanaan mereka berani melawannya. Mereka itu sangat cinta mati syahid. Hanya saja untuk itu harus diatur.

Dan yang membuat saya takjub, ketika saya membius salah seorang korban dengan katalar. Biasanya orang yang dibius dengan katalar, jika orang biasa akan keluar kata-kata caci maki dan umpatan serta kata-kata kotor. Tapi masya Allah pemuda berusia 20 tahun ini mengigau dengan melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Semuanya ayat-ayat jihad. Subhanallah, saya melaksanakan operasi sambil mendengarkan lantunan ayat-ayat Alquran darinya.


Khilafah Solusi

Gaza ini sudah lama diblokade. Mereka tidak punya senjata. Makanan juga susah. Kemudian ada negara tetangganya yang menyerang dengan kekuatan canggih. Ini kan tidak seimbang. Anehnya, melihat serangan itu, kok tidak ada negara yang bergerak untuk menyetop kebrutalan Israel. Mereka taat sama Amerika. Hamas memang melontarkan roket. Tapi tujuannya bagi mereka adalah sebuah pesan, “Tolong buka blokade itu.” Dari pada mati diblokade ya mendingan melawan.

Padahal seandainya semua negara Arab itu melawan Amerika, apa Amerika sanggup berperang menghadapi semuanya itu? Seandainya Muslim bersatu di dunia untuk mengatakan tidak kepada Amerika, apa Amerika bisa menggerakan kekuatan militernya untuk menghadapi kita semua? Tidak. Cuma kan mereka berpikir, kita butuh kesejahteraan. Lebih baik menggunakan siyasah untuk menyelesaikan masalah itu. Ya itu ada benarnya. Tapi jangan dibiarkan warga di Gaza dibantai Israel selama 20 hari. Ingat tidak akan pernah bisa dilaksanakan perundingan dengan Israel tanpa kita memiliki kekuatan. Itu kata kunci. Karena itu gerakkanlah kekuatan militer negara-negara Islam itu.

Dari peristiwa ini, saya melihat jelas Khilafah sebenarnya solusi atas masalah di Palestina ini. Ada cerita yang menarik terkait hal ini. Ketika saya dan dokter dari berbagai negara berkumpul. Kita bicara ini gimana. Saya bilang, sembari mengeluarkan uang dolar AS dari dompet, “Penyebab utama di dunia ini, ya ini” Dokter dari Turki juga sama mengeluarkan dolar AS dari dompetnya. Dia bilang, “Ya di sini persoalannya.” Dia tahu persoalannya adalah Zionisme dan Freemansori. Saya bilang, “Kalau orang Turki sudah tahu itu masalahnya, ya baguslah.” Dia tahu bahwa dulu yang meruntuhkan Khilafah di Turki adalah Yahudi. Persoalannya memang ketika kita ingin ada kekuasaan dalam Islam, tapi kita tidak tahu siapa yang meruntuhkan kekhilafahan itu dulu. Tidak mau belajar bagaimana siyasah mereka meruntuhkan Khilafah Usmani dulu. Bagaimana Ibnu Saud misalnya bersama Lawrence of Arabic melawan Khilafah. Ini fakta sejarah.

Satu hal lagi jangan berpikir membaiknya perekonomian itu membuat kita disegani. Tidak. Kita disegani kalau kita punya kekuatan. Kekuatan itu tidak identik dengan modernnya persenjataan. Meski syukur-syukur modern. Tapi dengan keteguhan hati dan wibawalah kekuatan itu dibangun seperti persatuan dan persaudaraan sesama Muslim.[] olahan wawancara. pendi/www.mediaumat.com

http://mediaumat.com/sosok/365.html

Tidak ada komentar: