Mengamati, Melihat, memahami, Dan Menuliskannya

Kamis, 02 Juni 2011

KH. Muhammad Usman: Dosen Ujung Tombak Dakwah Islam

Usman termasuk PNS yang melawan arus. Ia teguh memegang prinsip dan gigih berdakwah meski karier taruhannya.

Gempa bumi yang berulang kali menimpa negeri ini tidak seberapa dahsyatnya bila dibandingkan dengan gempa sosial. Gempa sosial itu, menurut KH. dr. Muhammad Usman, AFK adalah merasuknya sekulerisme demokrasi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga negeri yang kaya akan SDA dan SDM ini terpuruk dan terus menerus tertimpa krisis multidimensi.

Di samping tuntutan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, ujar dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya itu, menegakkan syariah dalam bingkai khilafah merupakan solusi total untuk bangkit dari keterpurukan.

Pria sepuh ini, selalu berupaya menularkan prinsipnya itu kepada siapa saja terutama kepada mahasiswanya dan para dosen. Semestinya sekarang setiap dosen sudah harus memahami hal tersebut.

Dalam rangka itu pulalah pada Ahad 29 Nopember lalu ia mengisi acara pertemuan dengan dosen-dosen dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Pekan depannya membahas masalah yang sama dengan dosen-dosen di Unair.

Ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya kiprah seorang dosen itu. Dosen bukan hanya sebagai pengajar mahasiswa terkait keilmuan mata kuliah yang diasuhnya tetapi juga harus berdakwah menyadarkan mahasiswanya untuk turut berjuang menegakkan syariah dan khilafah.

Semua dosen Muslim, baik kedokteran, teknik dan lainnya harus pula menjadi ujung tombak dakwah Islam. “Karena punya mahasiswa banyak, sudah seharusnya menyampaikan pemahaman tersebut walaupun secara tidak langsung melalui mata kuliah yang diasuhnya,” paparnya.

Itulah potensi yang harus dimaksimalkan oleh teman-teman dosen sebagai bentuk tanggung jawab dakwah mereka untuk merubah masyarakat ini. Karena semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak. “Ini merupakan investasi akhirat,” tandas dokter yang selalu menjadi khatib Shalat Jum'at di berbagai kampus di Surabaya itu.


Aktif Berorganisasi

Bukan saat ini saja ia giat berdakwah dari satu masjid ke masjid lain dari satu diskusi ke diskusi lain. Dari kecil dunia dakwah dan organisasi sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sejak SD hingga SMA ia menjadi pengurus Persatuan Pelajar Islam Indonesia (PII). Ketika kuliah masuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Ia pun aktif di Masjid Al Falah Surabaya dan Muhammadiyah. Bersama rekan-rekannya di Al Falah, Usman membentuk Dewan Muslim Al Falah. Kemudian merubah namanya menjadi Cendikiawan Al Falah, sebelum akhirnya berubah menjadi bagian dari Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Di ICMI Surabaya pun ia menjadi salah satu dewan pakarnya. Sejak masih di Cendikiawan Al Falah ia sering sekali berdiskusi dengan Amien Rais, baik di Surabaya, Yogyakarta, Bandung maupun Jakarta.

Lulus kuliah pada 1974 kemudian ia menjadi dosen Fakultas Kedokteran di Unair. Sambil tetap mengajar dan aktif berorganisasi, ia melanjutkan kuliah pasca sarjana di Unair program studi Ilmu Medikal Farmasi.

Bahkan di tengah kesibukannya menyusun tesis, pada 1982 Usman bergabung menjadi anggota Hizbut Tahrir. Setelah ia merasa sangat tercerahkan dengan pembahasan Nizhamul Islam, Sistem Kehidupan dalam Islam, yang disampaikan oleh seorang aktivis HT yang mengajaknya berdiskusi secara intensif selama satu tahun.

Sejak saat itu pandangannya tentang demokrasi berubah total. Dalam berbagai kesempatan ia jelaskan kewajiban menerapkan syariah Islam secara formal dalam bingkai Khilafah Islam. Namun sayang, Amien Rais tidak setuju. Namun ia tidak berkecil hati, dalam berbagai kesempatan berdiskusi dengan Amien Rais ia tetap menyampaikan pandangannya itu.


Tetap Teguh

Usman merupakan salah satu pegawai negeri sipil (PNS) yang melawan arus bukan dalam rangka mencari sensasi tetapi semata-mata hanya selalu berupaya mengaitkan setiap amal perbuatannya dengan syariah.

Saat itu, era Soeharto, ada aturan tidak tertulis bahwa setiap pegawai negeri 'wajib' menjadi anggota Golongan Karya (Golkar). Maka ketika ada kenaikan pangkat dan golongan, personalia Unair, menekannya untuk memilih Golkar dan menjadi anggota Golkar.

Usman menolak, konsekuensinya bertahun-tahun ia tetap golongan III b. “Setiap ada promosi kenaikan pangkat saya tidak mau menandatangani menjadi anggota Golkar” ujarnya.

Sehingga setiap kali diminta untuk tanda tangan ia tidak pernah menandatanganinya. “Sejak saya III b, saya tidak bisa naik ke III c karena syaratnya harus tanda tangan,” tandasnya.

Saya tetap bertahan dengan prinsip, meskipun teman sejawat menyatakan kan cuma tanda tangan saja, sekadar formalitas, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) kita merdeka. “Saat itu karena memang saya sudah masuk HT. Jadi semangat saya itu ingin tidak dicampuri oleh kegiatan yang sifatnya sekuler begitu,” argumennya.

Karena itulah kemudian ia tetap bertahan dan terus menuntut untuk kenaikan golongan dan pangkat kepada personalia Unair. “Pokoknya saya tidak mau, itukan hak saya sebagai dosen. Saya tidak mempunyai kewajiban untuk masuk Golkar!” debatnya.

Usman beranggapan buat apa menjadi anggota Golkar atau partai lain yang loyal terhadap demokrasi, karena itu tidak sejalan dengan dakwah keislaman yang ia lakukan terus secara istiqamah itu.

“Akhirnya saya protes terus. Kenapa kok saya dihambat-hambat, ya lama kelamaan mereka risih juga dengan protes saya sehingga naik terus sampai Lektor Kepala,” kenangnya mengingat kenaikan golongannya dari III a sampai IV a itu. Di era Gus Dur, pangkatnya menjadi Lektor Kepala.

Ia selalu mengatakan demokrasi itu kalau sekadar bermusyawarah, dalam Islam ya tidak apa-apa. Selama tidak mencampuradukkan antara yang halal dengan yang haram. Akan tetapi kalau sudah menjadi metode yang membolehkan manusia sebagai sumber hukum untuk mengatur kehidupan manusia maka tentu harus ditolak.

“Sehingga berdemokrasi menurut agama Islam merupakan perbuatan yang sangat tercela,” pungkas salah satu pembicara dalam Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah pada tahun 2000 di Istora Senayan Jakarta itu.[] joko prasetyo



Biodata Singkat 'Humas Khilafah'
Lahir: Surabaya, 11 Juli 1947
Pendidikan:
- SD-SMA di Surabaya
- S1 Fakultas Kedokteran Unair (lulus 1974)
- S2 Ilmu Medikal Farmasi Fakultas Kedokteran Unair (lulus 1982)

Pekerjaan:
- Dosen Fakultas Kedokteran Unair
- Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hangtuah Surabaya
- Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusumah Surabaya
- Dosen D3 dan S1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rumah Sakit Islam Surabaya
- Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya (1995-2002)

Organisasi:
- SD-SMA Pengurus Pelajar Islam Indonesia
- Dewan Pakar ICMI Jawa Timur
- Anggota MUI Jawa Timur (1981-1985)
- Humas DPD I HTI Jawa Timur


http://www.mediaumat.com/sosok/1096.html

Tidak ada komentar: