terdapat dua materi yg disampaikan oleh Ust.Abu Hanif, yg pertama kewajiban penerapan Syari'ah dan Khilafah. dan materi kedua bertemakan Dakwah menuju tegaknya syari'ah dan Khilafah.
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum
muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syari'at Islam dan mengemban
da'wah ke segenap penjuru dunia. Kata
lain dari khilafah adalah Imamah.
Imamah dan khilafah mempunyai arti yang sama. Banyak hadits shahih yang
menunjukkan bahwa dua kata itu memiliki konotasi yang sama. Bahkan tidak ada
satu nash pun baik dalam Al Qur'an maupun Al Hadits yang menyebutkan kedua
istilah itu dengan makna yang saling bertentangan antara satu dengan yang
lainnya. Kaum muslimin tidak harus terikat dengan salah satu dari keduanya,
apakah istilah khilafah ataupun imamah. Sebab yang menjadi pegangan dalam hal
ini adalah makna yang ditunjukkan oleh kedua istilah itu.
Menegakkan khilafah hukumnya fardlu (wajib) bagi seluruh
kaum muslimin. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa melaksanakan suatu kewajiban
yang telah dibebankan oleh Allah kepada kaum muslimin adalah suatu keharusan
yang menuntut pelaksanaan tanpa tawar-menawar lagi dan tidak pula ada kompromi.
Demikianlah adanya dengan kewajiban menegakkan khilafah. Melalaikannya berarti
merupakan salah satu perbuatan maksiat terbesar dan Allah akan mengazab para
pelakunya dengan siksaan yang sangat pedih.
Dalil-dalil mengenai kewajiban menegakkan khilafah bagi
seluruh kaum muslimin termaktub di dalam Al Qur'an, As Sunnah dan ljmau'sh
Shahabat.
Dalam Al Qur'an, Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah
saw agar menegakkan hukum di antara kaum muslimin dengan hukum yang telah
diturunkan-Nya. Dan perintah itu dalam bentuk yang tegas (pasti). Allah SWT
berfirman:
"Maka putuskanlah perkara di antara manusia
dengan apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah engkau menuruti hawa
nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu."
(Al Maidah: 48).
"(Dan) Hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka dengan apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah engkau
mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah engkau terhadap fitnah mereka yang
hendak memalingkan engkau dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadanm"(Al Maidah: 49).
Firman Allah SWT yang ditujukan kepada Rasul-Nya juga
merupakan seruan untuk ummatnya, selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa
firman itu dikhususkan untuk beliau. Sementara pada ayat ini tidak ditemukan
dalil yang mengkhususkannya kepada Nabi, sehingga menjadi seruan yang juga
ditujukan kepada kaum muslimin untuk mewujudkan pemerintahan. Tidak ada arti lain
dalam mengangkat khalifah kecuali mewujudkan pemerintahan.
Allah SWT juga
memerintahkan agar kaum muslimin mentaati ulil amri yaitu penguasa. Perintah
ini juga termasuk di antara yang menunjukkan kewajiban adanya penguasa atas
kaum muslimin. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya. dan ulil amri dari kamu
sekahan."( An Nisa: 59).
Tentu saja Allah SWT
tidak memerintahkan kaum muslimin untuk rnentaati seseorang yang tidak
berwujud. Sehingga menjadi jelas bahwa mewujudkan ulil amri adalah suatu yang
wajib. Tatkala Allah memberi perintah untuk mentaati ulil amri, berarti pula
perintah untuk mewujudkannya. Adanya ulil amri menyebabkan terlaksananya
kewajiban menegakkan hukurn syara', sedangkan mengabaikan terwujudnya ulil amri
menyebabkan tersia-sianya hukurn syara'. Jadi mewujudkan ulil amri itu adalah
wajib. Karena kalau tidak diwujudkan akan menyebabkan terlanggarnya perkara
yang haram, yaitu menyia-nyiakan hukum syara'.
Sedangkan dalil dari As Sunnah, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nafi'
yang berkata: Umar radhiyallahu 'anhu telah berkata kepadaku: Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda:
«من خلع يداً من طاعة لقي الله يوم القيامة لا
حجة له، ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية»
"Siapa saja
yang melepas tangannya dan ketaatan
kepada Allah niscaya ia akan berjumpa dengan Allah di hari kiamat tanpa memiliki
hujjah. Dan siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at, maka
matinya adalah seperti mati jahiliyah"
Nabi saw mewajibkan adanya
bai'at pada pundak setiap muslim dan mensifati orang yang mati dalam keadaan
tidak berbai'at seperti matinya orang-orang jahiliyah. Padahal bai'at hanya
dapat diberikan kepada khalifah, bukan kepada yang lain. Rasulullah telah
mewajibkan atas setiap muslim agar di pundaknya selalu ada bai’at kepada
seorang khalifah. Namun tidak mewajibkan
setiap muslim untuk melakukan prosesi bai’at kepada khalifah secara langsung.
Yang wajib adalah adanya bai’at pada pundak setiap muslim, yaitu adanya seorang
khalifah yang mernpunyai hak bai’at dari setiap muslim. Jadi keberadaan
khalifahlah yang akan memenuhi tuntutan hukum adanya bai'at di atas pundak
setiap muslim, baik dia berbai’at secara langsung maupun tidak. Oleh karena
itu, hadits di atas adalah dalil kewajiban mengangkat seorang khalifah dan
bukan merupakan dalil kewajiban berbai’at.
Sebab, dalam hadits tersebut yang dicela oleh Rasulullah saw adalah
keadaan tidak adanya bai’at pada pundak setiap muslim hingga ia mati, bukan
karena tidak melaksanakan bai’at.
Imam Muslim telah
meriwayatkan dari Al A'raj dari Abi Hurairah dari Nabi saw bersabda:
«إنما الإمام جُنة يُقاتَل من ورائه ويُتّقى
به»
"Sesungguhnya seorang Imam adalah laksana
perisai, dimana orang-orang akan berperang di belakangava dan menjadikannya
sebagai pelindung (bagi dirinya) "
Imam Muslim juga meriwayatkan dari
Abi Hazim yang berkata:
قاعدت أبا هريرة خمس سنين
فسمعته يحدث عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: «كانت بنو إسرائيل تسوسهم
الأنبياء، كلما هلك نبي خلفه نبي، وأنه لا نبي بعدي، وستكون خلفاء فتكثر، قالوا:
فما تأمرنا ؟ قال: فوا ببيعة الأول فالأول، وأعطوهم حقهم فإن الله سائلهم عما
استرعاهم»
"Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama lima tahun. Pernah aku mendengarnya menyampaikan hadits
dari Rasulullah SAW yang bersabda: Dahulu Bani Israil selalu dipimpin dan
dipelihara urusannya oleh para nabi.
Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain.
Sesungquhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyok
khalifah. Para shahabat bertanya: Apakah
yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau menjawab: Penuhilah bai’at yang
pertama dan yang pertama itu saja. Berikanlah kepada mereka haknya. kaRena
Allah nanti akan menutut pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang
dibebankan urusannya kepada mereka "
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah saw bersabda:
«من كره من أميره شيئاً فليصبر عليه، فإنه ليس
أحد من الناس خرج من السلطان شبراً فمات عليه إلا مات ميتة جاهلية»
“'Siapa saja yang membenci sesuatu dari amirnya hendaknya ia tetap
bersabar. Sebab. siapa saja yang keluar (memberontak) dari penguasa sejengkal
saja kemudian mati dalam keadaan demikian, maka matinya adalah seperti mati
jahilyvah ".
Hadits-hadits ini diantaranya merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari
Rasulullah saw bahwa akan ada penguasa-penguasa yang memerintah kaum muslimin,
dan bahwa seorang khalifah adalah laksana perisai. Pemyataan Rasulullah saw
bahwa seorang imam itu laksana perisai menunjukkan pernberitahuan tentang
adanya makna fungsional dari keberadaan seorang imam, dan ini merupakan suatu
tuntutan. Sebab, setiap pemberitahuan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya,
apabila mengandung celaan (adz dzamrn) maka yang dimaksud adalah tuntutan
untuk meninggalkan atau merupakan larangan dan apabila mengandung pujian (al
mad-hu) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan. Dan kalau
pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum syara atau
jika ditinggalkan mengakibatkan terbengkelainya hukum syara', maka tuntutan
untuk melaksanakan perbuatan itu berarti bersifat tegas.
Dalam hadits-hadits ini juga disebutkan bahwa yang memimpin dan mengatur
kaum muslimin adalah para khalifah. Ini menunjukkan adanya tuntutan untuk mendirikan
khilafah. Salah satu hadits tersebut ada yang menjelaskan keharaman kaum
muslimin keluar (memberontak) dari penguasa. Semua ini menegaskan bahwa
perbuatan mendirikan pemerintahan bagi kaum muslimin statusnya adalah wajib.
Selain itu, Rasululah saw juga memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati
para khalifah dan memerangi orangorang yang merebut kekuasaan mereka. Perintah
Rasul ini berarti perintah untuk mengangkat seorang khalifah dan memelihara
kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang merebutnya. Imam Muslim
meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda:
«ومن بايع إماماً فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه
فليطعه إن استطاع، فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر»
"'Siapa saja yang telah membai'at seorang
imam, lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinva, hendaknva ia mentaatinya
jika ia mampu. Apabila ada orang lain
hendak merebutnya maka penggallah leher orang itu".
Jadi perintah mentaati Imam berarti pula perintah mewujudkan sistem
khilafahnya, sedang perintah memerangi orang yang merebutnya merupakan isyarat
(qarinah) yang menegaskan
secara pasti akan keharusan melestarikan adanya imam yang tunggal.
Adapun dalil Ijmaush Shahabat menunjukkan bahwa para shahabat,
Ridlawanullahi 'alaihim, telah bersepakat mengenai keharusan mengangkat seorang
pengganti Rasulullah saw setelah beliau wafat.
Mereka juga bersepakat mengangkat khalifah sepeninggal Abu Bakar, Umar
bin Khaththab, dan Utsman bin Affan.
Ijma' shahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan khalifah nampak
jelas dalam kejadian bahwa mereka menunda kewajiban menguburkan jenazah
Rasulullah saw dan mendahulukan pengangkatan seorang khalifah pengganti
beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu keharusan dan
diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah melakukan
kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namur. sebagian dari para shahabat
yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah saw temyata justru
mendahulukan upaya-upaya untuk mengangkat khalifah. Sedangkan sebagian
shahabat lain yang tidak ikut sibuk mengangkat khalifah, ternyata ikut pula
menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi saw sampai dua malam, padahal mereka
mampu mengingkari hal ini dan mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini
menunjukkan adanya kesepakatan mereka untuk segera melaksanakan kewajiban
mengangkat khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak akan terjadi
kecuali jika status hukum mengangkat seorang khalifah lebih wajib daripada
menguburkan jenazah.
Demikian pula bahwa seluruh shahabat selama hidup mereka telah bersepakat
mengenai kewajiban mengangkat khalifah. Walaupun sering muncul perbedaan
pendapat mengenai siapa yang tepat untuk dipilih dan diangkat menjadi
khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih pendapat sedikit pun mengenai
wajibnya mengangkat seorang khalifah, baik ketika wafatnva Rasulullah saw
maupun ketika pergantian masing-masing khalifah yang empat. Oleh karena itu
ijma' shahabat rnerupakan dalil yang tegas dan kuat mengenai kewajiban
mengangkat khalifah.
Selain itu, menegakkan agama dan melaksanakan hukum syara' pada seluruh
aspek kehidupan dunia maupun akhirat adalah kewajiban yang dibebankan atas
seluruh kaum muslimin berdasarkan dalil
yang qathiyuts tsubut (pasti
sumber pengambilannya) dan qathiyud
dalalah (pasti penunjukan maknanya). Kewajiban tersebut tidak mungkin
bisa dilaksanakan dengan sempuma kecuali dengan adanya seorang penguasa. Sedangkan
kaidah syara'menyatakan:
(إن ما لا يتم الواجب إلاّ به فهو واجب)
"'Apabda suatu kewajiban tidak akin
terlaksana kecuali dengan suatu perbuatan. maka perbuatan itu hukumnya adalah
wajib."
Ditinjau dari kaidah ini mengangkat seorang khalifah hukumnya wajib pula.
Dalil-dalil ini semuanya menegaskan wajibnya mewujudkan pemerintahan dan
kekuasaan bagi kaum muslimin dan juga menegaskan wajibnya mengangkat seorang
khalifah untuk memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan. Kowajiban
mengangkat khalifah tersebut adalah demi melaksanakan hukum-hukum syara'. bukan
sekedar mewujudkan pemerintahan dan kekuasaan. Perhatikanlah sabda Nabi saw,
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui jalan 'Auf bin Malik:
«خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون
عليكم وتصلّون عليهم، وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم.
قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف، فقال: لا، ما أقاموا فيكم الصلاة، وإذا
رأيتم من ولاتكم شيئاً تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يداً من طاعة»
"Sebaik-baik, pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka
pun mencintai kalian: mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka.
Seburuk-buruk peinimpin kalian ialah mereka yang kalian benci dan mereka pun
membenci kalian, kalian melaksanat mereka dan merekapun melaknat kalian".
Ditanyakan kepada Rasulullah: 'Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja
mereka itu?' Beliau menjawab: Jangan, selama mereka masih menegakkan shalat
(hukum Islam) di tengah-tengah kamu sekalian ".
Hadits ini menegaskan akan adanya imam-imam yang baik dan imam-imam yang
jahat, selain menegaskan keharaman memerangi mereka dengan senjata selama
mereka masih menegakkan agama. Karena 'menegakkan shalat' merupakan kinayah
(kiasan) untuk mendirikan agama dan sistem pemerintahan.
Dengan demikian jelaslah bahwa kewajiban kaum muslimin untuk mengangkat
seorang khalifah demi menegakkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah
merupakan suatu perkara yang tidak ada lagi syubhat (kesamaran) pada
dalil-dalilnya. Disamping itu hal tersebut termasuk sesuatu yang diharuskan
oleh suatu kewajiban yang difardlukan Allah SWT atas kaum muslimin. yakni
terlaksananya hukum Islam dan terpeliharanya kesatuan kaum muslimin.
Hanya saja kewajiban ini termasuk fardlu kifayah. Artinya, apabila sebagian
kaum muslimin telah melaksanakannya sehingga kewajiban tadi terpenuhi, maka
gugurlah tuntutan pelaksanaan kewajiban itu bagi yang lain. Namun bila sebagian
dari mereka belum mampu melaksanakan kewajiban itu. walaupun mereka telah
melaksanakan upaya-upaya yang bertujuan mengangkat seorang khalifah, maka
status kewajiban tersebut adalah tetap dan tidak gugur atas kaum muslimin,
selama mereka belum mempunvai khalifah.
Berdiam diri terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah bagi kaum
muslimin adalah satu perbuatan maksiat yang paling besar. Karena hal itu
berarti berdiam diri terhadap salah satu kewajiban yang amat penting dalam
Islam, dimana tegaknya hukum-hukum Islam -bahkan eksistensi Islam dalam kancah
kehidupan- bertumpu padanya. Oleh karena
itu, seluruh kaum muslimin akan berdosa besar apabila berdiam diri terhadap
kewajiban mengangkat seorang khalifah.
Kalau ternyata seluruh kaum muslimin bersepakat untuk tidak mengangkat
seorang khalifah. maka dosa itu akan ditanggung oleh setiap muslim di seluruh
penjuru bumi. Namur apabila sebagian kaum muslimin melaksanakan kewajiban itu
sedangkan sebagian yang lain tidak melaksanakannya, maka dosa itu akan gugur
bagi mereka yang telah berusaha mengangkat khalifah, sekalipun kewajiban itu
tetap dibebankan atas mereka sampai berhasil diangkatnya seorang khalifah.
Sebab, menyibukkan diri untuk melaksanakan suatu kewajiban akan menggugurkan
dosa atas ketidakmampuannya melaksanakan kewajiban tersebut dan atau
penundaannya dan waktu yang telah ditetapkan. Hal ini karena dia telah terlibat
melaksanakan fardlu dan juga karena adanya suatu kondisi yang mernaksanya sehingga
gagal rnelaksanakan fardlu itu dengan sempurna.
Sedanglian rnereka yang mernang tidak terlibat dalam aktivitas menegakkan
khilafah, akan tetap menanggung dosa sejak tiga hari setelah tidak adanya
khalifah. Dosa itu akan terus dipikulnya hingga hari pengangkatan khalifah yang
baru. Sebab, Allah SWT telah mewajibkan kepada mereka suatu kewajiban tetapi
mereka tidak mengerjakannya, bahkan tidak terlibat dalam upaya-upaya yang
menyebabkan terlaksananya kewajiban tersebut. Oleh karena itu, mereka layak menanggung
dosa, layak menerima siksa Allah dan kehinaan baik di dunia maupun di akhirat.
Kelayakan mereka menanggung dosa tersebut adalah suatu hal yang jelas dan pasti
sebagimana halnya seorang muslim yang layak menerima siksa karena meninggalkan
suatu kewajiban yang telah diwajibkan Allah. Apalagi kewajiban tersebut
merupakan tumpuan pelaksanaan kewajiban-kewajiban lain. Tumpuan penerapan
syariat Islam secara merryeluruh. Bahkan menjadi tumpuan eksistensi tegaknya
Islam sehingga panji Allah dapat berkibar di negeri-negeri Islam dan di seluruh
penjuru dunia.
Syeikh Al-Islam Al Imam Al Hafidz Abu Zakaria An Nawawi
berkata:
الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها لا بد
للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها
مواضعها. قلت تولي الإمامة فرض كفاية …
“…Pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan
mengenai metode (jalan untuk mewujudkannya). Adalah suatu keharusan bagi umat
adanya seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela
orang yang didzalimi, menunaikan hak, dan menempatkan hak pada tempatnya. Saya
nyatakan bahwa mengurusi urusan imamah itu adalah fardhu kifayah”.[Imam Al
Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa An Nawawi, Raudhatuth Thalibin
wa Umdatul Muftin, juz III hal 433].
Ust.margi membuka acara
Ust.Munir tilawatil Qur'an
Bpk.H.Supriyono sambutan ketua panitia
Ust.M.Na'im yasin sambutan DPD II HTI Purworejo
Akhina Pristian, moderator
penyampaian materi
kewajiban amar ma'ruf nahi munkar
antusiasme para peserta, menanggapi dan menanyakan
serius mendengarkan pemaparan
Bpk.Darmono menyampaikan tanggapanya ( mantan kepala dinas pengairan Purworejo )
Ust.Muhammad 'ainur rofiq memimpin do'a penutup
khusyuk ber-do'a
tim registrasi peserta, semangat! Allahu Akbar!!
Purworejo,19/02/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar