Mengamati, Melihat, memahami, Dan Menuliskannya

Sabtu, 11 Mei 2013

jalan-jalan sore





Sore ini menjelang maghrib aku jalan-jalan ke perpustakkan umum daerah wonosobo. Salah satu diantara beberapa buku yg aku baca terdapat sebuah bibliografi pemikiran dari seorang doktor filsafat. Saya belum membaca semuanya. Yang menarik ketika awal dia belajar filsafat tadi kemudian menjadi ragu tentang keberadaan sang pencipta, dengan kata lain ia ragu apakah pencipta itu benar-benar ada ? 


Argumentasi rasional yg ia peroleh ketika kecil dulu tentang bukti keberadaan pencipta tampaknya tidak membuat ia yakin dengan keberadaan sang pencipta. Apa argumentasi rasional yg ia peroleh ketika kecil itu ? kyai di desanya menyatakan bahwa adanya kursi itu menunjukkan adanya pembuat kursi, maka kesimpulanya sesuatu yg ada itu pasti ada yg mengadakanya. Semejak berkenalan dengan filsafat ketika memasuki jenjang kuliah Sang doktor tadi kemudian menjadi ragu-ragu karena kemudian akan muncul pertanyaan lanjutan dalam benak doktor tadi lalu siapa yg mengadakan pencipta ( tuhan ) jika kesimpulanya adalah bahwa adanya sesuatu pasti ada yg mengadakanya ?

Beberapa halaman kubuka namun ternyata tidak ada argumentasi ( walaupun saya sebenarnya belum selesai membaca buku tersebut ) terkait dengan sanggahan bahwa sang pecipta itu tidak ada. Satu fakta yg perlu dicermati adalah bahwa doktor tadi adalah seorang muslm. Dan doktor tadi masih berakidah Islam, walaupun mengabaikan nalar berpikirnya terhadap kerumitan-kerumitan tentang pembuktian adanya sang pencipta. Jika anda sebagai pembaca buku ini, saya pikir akan goncang keyakinan muslimnya :-) 

Tampaknya pembahasan dalam kitab nidzam islam ( NI ) bab 1 thariqul iman ( jalan menuju iman ) perlu saya review kembali, sekaligus membaca kembali definisi aktivitas berpikir dalam bab qiyadah fikriyah Islamiyah ( kepemimpian berpikir Islam ). Apa yg perlu di review ?

Yang pertama adalah tentang definisi aktivitas berpikir itu sendiri . apa itu akal yg dari sana kemudian muncul aktiviats berpikir. Dalam kitab Ni yg ditulis oleh syaikh Taqiyuddin An-nabhani ini mendefinisikan akal sebagai pencerapan panca inedera terhadap fakta kedalam otak untuk kemudian diketahui hakikat fakta tersebut melalui informasi sebelumnya berkaitan dengan fakta tersebut. Dari definisi ini maka bisa kita sebut  4 komponen pembentuk aktivitas berpikir,yakni : fakta terindera, panca indera, otak yg sehat,dan  informasi terdahulu terkait fakta. Nah sang doktor tadi tampaknya dari sisi  fakta  tentang pastinya keberadaan tuhan kemudian dia menganalogikan dengan makhluk, berdasarkan sebuah konklusi bahwa sesuatu yg ada membutuhkan ada yg mengadakanya. Dengan kata lain doktor tadi masih berpikir bahwa sang pencipta itu adalah makhluk, sementara ia sendiri kurang meyakini dengan pemikiran ini.  Padahal yg benar adalah bahwa al-khalik ( sang pencipa ) itu memastikan bahwa ia bukan makhluk ( yg diciptakan ). Sebenarnya pembuktian bahwa sang pencipta itu ada dengan analogi pembuat kursi yg mengadakan kursi tadi adalah dalam konteks sebatas bahwa adanya ciptaan itu membuktikan keberadaan pembuatnya yg menciptakan, itu saja sebenarnya poinya.  Begitu juga dengan alam semesta,  manusia dan kehidupan itu sebagai makhluk ( yg diciptakan ) itu pasti ada yg menciptakanya. Itu saja sebenarnya pointnya. Tampaknya doktor tadi belum memperhatikan hal ini.

Dalam kitab NI bab thariqul iman, kemudian saya diajak berpikir tentang 3 kemungkinan sang pencipta, bahwa pencipta itu ada yg mengadakanya, pencipta itu menciptakan dirinya sendiri, dan selanjutnya pencipta itu pasti adanya dan tidak berawal dan tidak berakhir ( azali ). Dengan proses berpikir rasional akan mudah dijawab bahwa jawaban yg benar adalah jawaban yg terakhir yakni sang pencipta itu wajibul wujud ( pasti adanya )dan azali. Karena ak-khalik itu memastikan bahwa ia bukan makhluk ( yg diciptakan ). Bahwa al-khlaik itu adalah makhluk itu daalah mustahil aqli.

Dari sini saya bisa mengatakan bahwa doktor tadi belum melakukan pentasdiq-kan ( pembuktian yg kokoh ) terkait sang pencipta, bahwa pencipta itu memastikan bawa ia bukan makhluk, dengan argumentasi bahwa makhluk itu bersifat terbatas, serba kurang dan bersifat lemah.  Sesuatu yg serba kurang lemah dan terbatas itu memastikan bahwa itu bukan al-khalik. Secara rasional kita bisa membuktikan bahw tuhan itu ada. Namun akal juga bersifat terbatas karena hanya bisa mengindera pada dataran fakta. Dari sini kita bisa berkesimpulan bahwa akal tidak mampu memikirkan bentuk tuhan itu sendiri karena hal ini tak terjangkau faktanya. Apalagi kemudian secara gegabah menyimpulkan bahwa bahwa tuhan itu tidak ada hanya karena premis-premis yg belum diketahui faktanya.

Selamat berpikir ? :-) 

Akhukum Abu Syahmi 

Tidak ada komentar: