Sore ini menjelang
maghrib aku jalan-jalan ke perpustakkan umum daerah wonosobo. Salah satu
diantara beberapa buku yg aku baca terdapat sebuah bibliografi pemikiran dari
seorang doktor filsafat. Saya belum membaca semuanya. Yang menarik ketika awal
dia belajar filsafat tadi kemudian menjadi ragu tentang keberadaan sang
pencipta, dengan kata lain ia ragu apakah pencipta itu benar-benar ada ?
Argumentasi
rasional yg ia peroleh ketika kecil dulu tentang bukti keberadaan pencipta
tampaknya tidak membuat ia yakin dengan keberadaan sang pencipta. Apa
argumentasi rasional yg ia peroleh ketika kecil itu ? kyai di desanya
menyatakan bahwa adanya kursi itu menunjukkan adanya pembuat kursi, maka
kesimpulanya sesuatu yg ada itu pasti ada yg mengadakanya. Semejak
berkenalan dengan filsafat ketika memasuki jenjang kuliah Sang doktor tadi
kemudian menjadi ragu-ragu karena kemudian akan muncul pertanyaan lanjutan dalam
benak doktor tadi lalu siapa yg mengadakan pencipta ( tuhan ) jika kesimpulanya adalah
bahwa adanya sesuatu pasti ada yg mengadakanya ?
Beberapa halaman
kubuka namun ternyata tidak ada argumentasi ( walaupun saya sebenarnya belum
selesai membaca buku tersebut ) terkait dengan sanggahan bahwa sang pecipta itu
tidak ada. Satu fakta yg perlu dicermati adalah bahwa doktor tadi adalah
seorang muslm. Dan doktor tadi masih berakidah Islam, walaupun mengabaikan
nalar berpikirnya terhadap kerumitan-kerumitan tentang pembuktian adanya sang
pencipta. Jika anda sebagai pembaca buku ini, saya pikir akan goncang keyakinan
muslimnya :-)
Tampaknya
pembahasan dalam kitab nidzam islam ( NI ) bab 1 thariqul iman ( jalan menuju
iman ) perlu saya review kembali, sekaligus membaca kembali definisi aktivitas
berpikir dalam bab qiyadah fikriyah Islamiyah ( kepemimpian berpikir Islam ).
Apa yg perlu di review ?
Yang pertama adalah
tentang definisi aktivitas berpikir itu sendiri . apa itu akal yg dari sana
kemudian muncul aktiviats berpikir. Dalam kitab Ni yg ditulis oleh syaikh
Taqiyuddin An-nabhani ini mendefinisikan akal sebagai pencerapan panca inedera
terhadap fakta kedalam otak untuk kemudian diketahui hakikat fakta tersebut
melalui informasi sebelumnya berkaitan dengan fakta tersebut. Dari definisi ini
maka bisa kita sebut 4 komponen
pembentuk aktivitas berpikir,yakni : fakta terindera, panca indera, otak yg sehat,dan
informasi terdahulu terkait fakta. Nah
sang doktor tadi tampaknya dari sisi
fakta tentang pastinya keberadaan
tuhan kemudian dia menganalogikan dengan makhluk, berdasarkan sebuah konklusi
bahwa sesuatu yg ada membutuhkan ada yg mengadakanya. Dengan kata lain doktor
tadi masih berpikir bahwa sang pencipta itu adalah makhluk, sementara ia
sendiri kurang meyakini dengan pemikiran ini.
Padahal yg benar adalah bahwa
al-khalik ( sang pencipa ) itu memastikan bahwa ia bukan makhluk ( yg
diciptakan ). Sebenarnya pembuktian bahwa sang pencipta itu ada dengan analogi
pembuat kursi yg mengadakan kursi tadi adalah dalam konteks sebatas bahwa
adanya ciptaan itu membuktikan keberadaan pembuatnya yg menciptakan, itu saja
sebenarnya poinya. Begitu juga dengan
alam semesta, manusia dan kehidupan itu
sebagai makhluk ( yg diciptakan ) itu pasti ada yg menciptakanya. Itu saja
sebenarnya pointnya. Tampaknya doktor tadi belum memperhatikan hal ini.
Dalam kitab NI bab
thariqul iman, kemudian saya diajak berpikir tentang 3 kemungkinan sang
pencipta, bahwa pencipta itu ada yg mengadakanya, pencipta itu menciptakan
dirinya sendiri, dan selanjutnya pencipta itu pasti adanya dan tidak berawal
dan tidak berakhir ( azali ). Dengan proses berpikir rasional akan mudah
dijawab bahwa jawaban yg benar adalah jawaban yg terakhir yakni sang pencipta
itu wajibul wujud ( pasti adanya )dan azali. Karena ak-khalik itu memastikan
bahwa ia bukan makhluk ( yg diciptakan ). Bahwa al-khlaik itu adalah makhluk
itu daalah mustahil aqli.
Dari sini saya bisa
mengatakan bahwa doktor tadi belum melakukan pentasdiq-kan ( pembuktian yg kokoh
) terkait sang pencipta, bahwa pencipta itu memastikan bawa ia bukan makhluk,
dengan argumentasi bahwa makhluk itu bersifat terbatas, serba kurang dan
bersifat lemah. Sesuatu yg serba kurang
lemah dan terbatas itu memastikan bahwa itu bukan al-khalik. Secara rasional
kita bisa membuktikan bahw tuhan itu ada. Namun akal juga bersifat terbatas
karena hanya bisa mengindera pada dataran fakta. Dari sini kita bisa
berkesimpulan bahwa akal tidak mampu memikirkan bentuk tuhan itu sendiri karena
hal ini tak terjangkau faktanya. Apalagi kemudian secara gegabah menyimpulkan
bahwa bahwa tuhan itu tidak ada hanya karena premis-premis yg belum diketahui
faktanya.
Selamat berpikir ? :-)
Akhukum Abu Syahmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar