Mengamati, Melihat, memahami, Dan Menuliskannya

Jumat, 02 Agustus 2013

Mengawali dakwah disebuah sekolah yg minus dakwah Islam ideologis



Tulisan kali ini saya ingin berbagi kepada siapa saja yg membaca tulisan ini. Seperti yg ada di judul bahwa saya akan sedikit bercerita tentang awal saya memulai sebuah team work generasi awal dakwah sekolah di sebuah SMK populer di kota pensiunan, purworejo. Walaupun belum bisa disebut lama dalam menangani dakwah sekolah, namun cukup bahwa banyak pengalaman yg bisa diambil pelajaran bagi siapa saja yg konsen di dakwah sekolah. Karena alhamdulillah dengan seluruh dinamikanya yg ada dakwah sekolah di SMK populer di purworejo ini mulai mekar.


Tulisan ini bukanlah sebuah tulisan dari seorang pakar dakwah, namun lebih berisi pengalaman dilapangan langsung dengan modal semngat yg membara untuk mencetak pejuang islam ideologis dikalangan pelajar sekolah.

Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa dakwah sekolah yg saya maksud adalah dakwah islam ideologis. Karena saya yakin dimasing-masing sekolah sudah ada kegiatan keagamaanya, dalam konteks ini yg paling populer organisasi keagamaan adalah Rohis ( kerohanian Islam ). Rohis sendiri secara struktural adalah lembaga yg berada dibawah OSIS. Sekali lagi saya tegaskan seperti yg ada dijudul tulisan ini adalah dakwah sekolah yg bersifat ideologis.

Ditengah kehidupan yg kapitalistik-sekuler dimana Islam dipahami hanya untuk urusan-urusan pribadi saja, sementara untuk urusan kemasyarakatan diserahkan pada sistem-sistem jahiliah buatan manusia, atau dalam bahasa populernya “ klo mo ngomong agama tuh di masjid aja “.  Sekularisasi ini juga masuk dalam dunia pendidikan, masuk juga dalam organisasi sekolah rohis. Sekularisasi di rohis ini akan nampak sekali pada aktivitas di rohis, yakni berputar pada pemikiran-pemikiran ritual-amaliah saja. Nah disinilah peran dakwah islam yg bercorak ideologis, yakni menambahnya dengan pemikiran bahwa Islam bukan hanya melulu persolan keruhanian-keakhiratan saja. Namun Islam adalah sebuah sistem kehidupan yg sempurna yg mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam adalah sebuah prinsip ideologis yg menjadi sudut pandang tertentu dalam seluruh pengaturan urusan umat. Islam terdiridari akidah Islam sebagai asasnya dan sistem islam ( syariah ) yg menjadi problem solver terhadap berbagai macam solusi problematika kehidupan, baik kehidupan manusia sebagai individu, kelompok masyarakat, maupun bernegara. Islam pun mempunyai kehidupan yg unik,& mempunyai bentuk negara yg unik ( Khilafah Islamiyah ). Inilah dakwah Islam yg bercorak ideologis.

Sampai pada tititk ini dakwah Islam Islam yg bercorak ideologis yg steril dari pemikiran kapitalis-sekuler targetnya adalah warga sekolah itu sendiri termasuk target utamanya adalah para pelajar sekolah itu sendiri beserta seluruh lembaganya yg ada, termasuk dakwah ke Rohis, untuk kemudian dicangkokkkan pemikiran Islam yg bercorak ideologis.

Wah gak ingin berlama-lama dengan tulisan naglor-ngidul langsung saja ya, cerita ni, agak ngantuk juga J

Saya pernah ngisi mentoring di dua sekolah yg berbeda, mungkin tepatnya bukan hanya sekedar mengisi mentoring tapi membina sebuah kelompok halqah.  pertama tahun 2010, pembinaan ini saya lakukan setelah saya mulai bekerja. Bagaimana awal memulainya ?. Di sebuah SMA di kecamatan pituruh, kab purworejo. Bisa dibilang ini tidak disengaja namun kemudian dalam prosesnya mulai direncanakan dengan proses yg amburadul, modalnya adalah semangat yg membara untuk mencetak para pelajar pejuang Syari’ah dan Khilafah.

Tahun itu tahun 2010, saya dimintauntuk menemani salah seorang syabab trainer dari jogja ngisi sebuah training ramadhan di SMA tersebut. 3 hari sya menemani 2 orag trainer syabab jogja untuk ngisi pesantren kilat di SMA tersebut. Pesan singkat dari mas’ul mahaliyah pada waktu itu hanya “ sambil nemenin ngisi training bikin halqah  umum di SMA tersebut ya “, hanya itu saja pesanya, tidak ada penjelasan bagaimana memulainya, siapa yg harus dikontak untuk memulainya. Hal ini membuat saya harus berpikir tentag bagaimana memulainya. Hari pertama training yg saya lakukan adalah mengamati lingkungan di SMA tersebut, mengamati siapa yg jadi panitia penyelenggara training tersebut, mengmati daftar hadir peserta training, sekaligus sedikit berkenalan dengan para siswa untuk menggali informasi terkait apa saja yg memungkinkan untuk diketahuai, tentu informasi ini diperlukan untuk mempermudah kontak dakwah, ya hari pertama hanya full mengamati saja. Malamnya kemudian memeras akal untuk memulainya bagaimana ? saya sendiri tidak terbiasa denga jalur komunikasi formal yg bersifat birokrasi, sehingga saya menihilkan penawaran langsung kes ekolah, saya lebih nyaman dengan jalur informal yg fleksibel. Pilihan akal saya akhirnya memilih untuk mengontak para pelajar yg jadi panitia training, dan dari hasil pengamatan informasi yg saya peroleh menunjukkan nahwa panitia training adalah para pelajar yg aktiv di rohis. Pagiya hari ke dua training, bismillah... saya kontak para pelajar panitia training yg aktivis rohis. Saya kontak mereka, diawali dengan berkenalan, bertanya-tanya tentag rohis di sekolahnya, saya menawari followup kajian rutin pada mereka. Awalnya tanggapanya biasa-biasa saja. Tanpa menyerah saya meminta ketua rohisnya untuk mengumpulkan seluruh anggita rohisnya untuk sharing-sharing dengan para trainer setelah acara trainig selesai hari ke 3. Mereka setuju. Hari ke tiga setelah selesai training, saya bersama anak-anak rohis berkumpul disebuah mushola kecil di pojok sekolah .

Dari pertemuan di mushola sekolah dengan anak-anak rohis tersebut, diskusi dari A-Z tentang permasalahan dinamisasi rohis, problematika remaja, idealitas pelajar muslim, dan di clossing dengan komitment untuk kajian rutin. Akhirnya dengan dinamikanya yg ada terbentuk halqah disana.

Selama 6 bulan lebih, minimal setiap pekan 1 X saya berkunjung untuk ngisi kajian disana. Inti dari kelompik awal ini adalah mentoring ( halqah ) pekanan. Dari halqah ini banyak hal kreatif yg bisa direncanakan, seperti menghidupkan jurnalistik sekolah dengan menebitkan ading, membuat kajian-kajian yg bersifat umum untuk warga sekolah, dll...

Kemudian untuk yg selanjutnya, adalah pengalaman mengawali dakwah di salah satu SMK Negeri yg cukup populer di kota pensiunan ini. Bisa dibilang hampir serupa dengan yg pertama, awalnya juga tidak sengaja, karena ada salah satu guru sekolah yg menjadi pengajar di SMK tadi enawari saya untuk ngisi mentoring rutin di SMK tersebut. Dengan berbekal membina pada SMA yg ada di pituruh saya mentakan siap. Tapi kemudian masalahnya, bagaimana memulainya ? sementara saya tidak kenal siswa-siswa disana ? boro-boro kenal siswanya, masuk sekolah tersebut aja belm pernah J . akhirnya jalan itu ada ketika saya mengajukan tawaran ke guru yg menawari saya ngisi di SMK tersebut agar saya diberi kesempata untuk bertemu dengan siswa disana ( minimal ketemu rohisnya ). Setelah disepakati kahirnya pada jam ,dan tempat yg telah ditentukan bersama berkumpulah beberapa anak rohis. Nah masalah baru muncul, ketika saya hanya diperkenalkan sekilas oleh teman saya yg guru tadi, setelah itu temen saya ini meninggalkan saya sendirian untuk berinteraksi dengan naka-anak SMK tadi. Masih ingat waktu itu sekitar ada 7 siswa laki-laki.

Bingug mau nyampein apa ? kebetulan saya masih nyimpen di tas salah satu buletin al-islam yg ternyata isinya cukup pas dengan anak muda, yakni terkait bahaya narkoba dan solusi islam dalam membrantas narkoba. Dari situ ternyata beberapa siswa cukup tertarik dengan kajian yg saya berikan, nah dari ketertarikan itulah kemudian saya dan para siswa membuat komitment bersma untuk membat kajian rutin. Maka terbentuklah sebuah mentoring islam ideologis awal ( mungkin yg baca tulisan ini salah satu diantaranya adalah yg pernah ikut kajian awal di SMK tersebut J ).

Sekelumit di atas adalah sedikit contoh bagaimana mengawali sebuah dakwah sekolah yg bersifat ideologis. Masing-masing aktivis dakwah saya pikir akan mempunyai pengalaman yg berbeda, yuk berbagi dengan saya ?

Akhukum Abu Syahmi, Perpusda Wonosobo, 30/07/2013, Ramadhan Mubarak.

Tidak ada komentar: