Mengamati, Melihat, memahami, Dan Menuliskannya

Selasa, 01 November 2011

MUSYRIF BERKARYA





Musyrif  (pembina) adalah orang yang melaksanakan proses pembinaan bagi syabab. Proses membina atau membangun ini berjalan beriringan, Tak heran sebagai musyrif sesungguhnya dia juga sedang membina diri sendiri.
          Karena dalam proses itu terjadi hubungan timbal balik. Misalnya binaan yang direkrut ketika masih sebagai mahasiswa. Musyrif yang baik akan memantau apa saja  aktivitas di kampus selain kuliah. Bagaimana menjaga binaan itu dari terpaan angin ideologi lainnya. Karena kalau di biarkan angin itu bisa menjadi badai yang memporakporandakan rumah hasil kerjanya. Dibimbing agar menjadi pengemban dakwah yang baik di kampus dan tidak semata-mata menjalankan studi.
      Setelah kuliah syabab di arahkan agar tidak salah memilih tempat kerja.  Karena tak jarang, aktivis di masa kuliah tapi berhenti dakwah ketika sudah mendapat tempat kerja. Apalagi bila kerjaannya itu nyaman. Jangan sampai binaan terjebak di ruang yang nyaman. Akhirnya malas melakukan aktivitas. Bahkan ada juga yang akhirnya berbalik menjadi penantang dakwah.
        Setelah itu, musyrif ikut memikirkan syabab untuk mendapatkan pasangan yang akan mendukung membina keluarga shalih. Karena keluarga shalih dan shalihah juga merupakan batu-bata yang menguatkan bangunan dakwah.
        Ketika binaannya memasuki jenjang pernikahan, musyrif juga menjalani proses pembinaan. Karena dia mengarahkan untuk memperoleh pasangan. Lalu melakukan ta'aruf yang di lanjutkan dengan khithbah. Menjelaskan pada keluarga tentang pilihan untuk menjadi istri yang di tawarkan bukan perkara mudah. Setelah proses walimah siap, bahkan musyrif  pula yang utama di daulat menjadi khotib atau penceramah nikah.
      
 Siklus kuliah, kerja dan walimah. Mana yang di dahulukan memang tidak mutlak. Bisa bergantung pada sikonnya. Fokus kerja musyrif ada pada pembentukan syakhshiyah syabab. Hingga syabab mampu menentukan pilihan hidupnya berdasarkan prioritas dakwah bukan sekedar kepentingan pribadi. Maka dia harus jeli memperhatikan aspek pemeliharaan ( ar-ria'yah), pengembangan (at-tanmiah) dan pengarahan  serta pemberdayaan.
Berbeda misalnya jika musyrif memiliki syabab seorang pedagang maka mesti mengetahui fakta aktivitas perdagangannya dan mengarahkan agar selalu terikat hukum syara. Jika dia berdagang di Pasar maka didorong agar dia menghidupkan dakwah diantara para pedagang dengan mengontak mereka dan menghidupkan pengajian di Masjid atau mushola pasar. Berbeda pula jika syababnya seorang pekerja di pemerintahan seperti pegawai pemda. Maka diarahkan agar memanfaatkan posisinya di kantor agar dimanfaatkan maksimal untuk dakwah. Misalnya dengan mengontak para pejabat dan menghidupkan pengajian kantor. Lain halnya jika syababnya seorang pengusaha yang memiliki banyak karyawan. Disamping memastikan bahwa tidak ada yang menyimpang dari aspek bisnisnya maka memaksimalkan pembinaan karyawannya merupakan aspek penting dalam aktivitas dakwahnya.
 Berbeda halnya jika syababnya seorang yang bekerja di Bank ribawi, maka harus dijelaskan tentang keharamannya dan didorong untuk segera meninggalkan pekerjaan itu. Kemudian mencari pekerjaan lain yang halal. Bisa juga dibantu untuk informasi pekerjaan halal yang sesuai. Jika syababnya seorang ustadz atau ulama maka harus diarahkan agar benar-benar mengajak masyarakat atau anggota pengajiannya untuk menjadi pejuang syariah dan khilafah tanpa takut kan celaan orang yang mencela.
Pendek kata siapapun syabab kita, apapun profesinya harus dibina aqliyah dan nafsiyahnya dengan Islam. Kemudian dibentuk menjadi pejuang, sekali lagi menjadi pejuang bukan sekedar ngaji. Menjadikan dakwah adalah poros hidupnya bukan yang lain. Apalagi sekarang syariah dan khilafah benar-benar sudah darurat untuk segera terwujud dengan nashruLlah. Basic semua prose situ adalah memperbarui aqidahnya agar menjadi aqidah yang kokoh, bersih dan lurus sehingga menjadi iman yang produktif. Ini semua hanya bisa dilakukan musyrif jika terjalin hubungan yang istimewa dengan syababnya, bukan biasa-biasa saja.
 Daurah merupakan kegiatan yang di laksanakan untuk menyiapkan dan atau meningkatkan kemampuan syabab untuk menjadi Musyrif secara aqliyah, nafsiyah dan idariyah. Kegiatan lainnnya masih banyak seperti bina wa tarkiz untuk Tsaqofah mutabanat maupun Tsaqofah Islam secara umum   juga program mabit.
        Menjadi musyrif, bukan di 2 jam pertemuan halqoh saja. Bisa saja tengah malam syabab tidak bisa tidur karena gelisah memikirkan anaknya yang tengah sakit sementara tiada dana. Sang musyrif demikian dekat dengan syababnya tentu akan segera mengetahui kedaan syababnya. Begitu kuat ikatan perasaan diantara keduanya hingga saling percaya, hormat dan sayang. Bagaikan antara bapak, anak atau saudara. Perasaan yang sama. Jangan musyrif ingin ke kanan tapi syababnya malah kekiri.
        Merawat syabab bak petani mengelola sawahnya. Dia menanam benih dari hasil pilihan yang terbaik. Memupuk dengan tepat. Menyirami dengan tekun. Dan menjaganya dari hama. Hingga buah itu masak dan siap di petik.
        Musyrif  sejati pasti akan gembira ketika berbilang masa, bintang Sang syabab justru lebih bersinar darinya di medan dakwah, karena dia mengajak orang bukan untuk dirinya atau  kepada dirinya. Tapi menunjukan jalan kepada rahmat ALLAH SWT. Secara idary musrif harus sadar bahwa halqoh yang dia tangani bukanlah miliknya tapi milik jamaah. Hingga dia rajin memberikan informasi tiap minggunya agar segala upayanya menjadi bagian penting dari pencapaian target dakwah. Tidak  semestinya dia enggan apalagi malas tentang hal ini. Karena ini perkara yang sangat penting dalam kegiatan jamaah.
      Sudah jelas tugas musyrif memberikan pengarahan agar tak sesat jalan. Meski terkadang pengarahan tak cukup dalam bentuk lisan.Pengarahan juga bisa dalam bentuk teguran, sanksi atau pengasingan.  Karena benih yang sudah tercemar akan meracuni dan menjadi wabah bagi benih lainnnya.
     
Sungguh menyenangkan, sungguh membahagiakan mata yang memandang sawah kuning membentang indah. Benih yang sudah matang siap untuk di petik saat itu pembeli akan datang dan tanaman siap di manfaatkan. Syabab  yang matang akan memikat hati yang memandangnya.
       Begitulah siklus itu terjadi. Berawal dari satu dan kemudian menyebar. Membentuk sebuah barisan, akhirnya membentuk sebuah jaringan. Hingga semua orang akan masuk ke dalam jaring dakwah ini, baik suka maupun terpaksa.
       Karena dakwah adalah kerja marathon yang memerlukan stamina prima. Jangan sampai semangat di awal tapi kendor di pertengahan dan gagal mencapai finish. Maka kebersihan dan kelurusan niat serta kelurusan dan kesungguhan amal menjadi penunjuk jalan agar tiba tepat di garis finis meski perjalanan itu begitu panjang dan melelahkan. HasbunaLlah wa ni’mal wakil.

( oleh-oleh dari Ust.Abu Zaid, DPP HTI )
     

Tidak ada komentar: