Mengamati, Melihat, memahami, Dan Menuliskannya

Sabtu, 21 Mei 2011

Ahmad Rusydan (Peneliti Kanker) Tidak Hilang Kritis Karena Beasiswa





Ahmad Rusydan Utomo, PhD.
Peneliti Kanker

Tak sedikit santri, pelajar dan mahasiswa Muslim Indonesia berburu mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikannya ke Amerika, Eropa atau Australia. Nanti pulang bisa berbahasa Inggris cas-cis-cus sambil memamerkan gelar PhD-nya. Kemudian ketika pulang ngoceh aneh tentang agama dan syariah bahkan sampai nyeleneh dan sesat. Atau minimal menjadi 'humas' Paman Sam.

Berbeda dengan stigma di atas, Ahmad Rusydan Utomo malah bersikap sebaliknya. Meskipun di Amerika ia mendapatkan berbagai kemudahan bahkan beasiswa selama 17 tahun dari kelas 3 SMA sampai pos doktoral. Tetapi ia berseberangan pemikiran dengan pemerintah Amerika.

Maka di saat para peneliti kesehatan merasa keberatan kalau unit riset virus milik Angkatan Laut AS NAMRU ditutup, justru ia termasuk orang yang tidak setuju bila NAMRU dipertahankan.

Dalam milis biotek, perkumpulan ilmuan bioteknologi, Ahmad memposting hal sebaliknya karena NAMRU sebenarnya hanya memperalat para peneliti Indonesia semata-mata hanya demi kepentingan AS.

Tentu saja, para peneliti banyak yang kaget, terutama mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Kartono Muhammad. Kemudian Kartono menelepon kolega Ahmad dan bertanya benarkah Ahmad itu anti NAMRU? Dengan tegas Ahmad mengatakan kepada koleganya itu, "Ya benar, Ahmad Utomo itu memang anti NAMRU".

Keberanian dan ketegasannya ini tidak hanya ia tunjukkan di tanah air saja. Ketika ia kuliah di Amerika pun tanpa tedeng aling-aling ia tunjukkan sikapnya dengan tegas keberpihakannya kepada Islam dan kebenciannya terhadap kedzaliman pemerintah Amerika terhadap dunia Islam.

Maka tidak aneh dua hari setelah peristiwa penghancuran dua gedung kembar WTC (911) dua petugas imigrasi mendatanginya. Petugas itu menanyakan identitas diri dan tujuan keberadaannya di Amerika. Kemudian menanyakan pendapatnya tentang 911 sampai akhirnya petugas imigrasi itu menanyakan tentang sikapnya terhadap Amerika.

Meskipun ia merasa kaget dan menyadari posisinya terancam tetapi pantang baginya untuk berbohong. Maka ia gunakan kesempatan itu untuk mengkritik kebijakan Amerika yang tidak bijak terhadap negeri-negeri Islam terutama kepada Palestina, Afghanistan dan Bosnia.

"Saya itu belajar di sini (Amerika, red.) sejak kelas 3 SMA tahun 1990 dan saya tahu banyak kelompok Amerika yang anti Amerika. Dan saya tahu ini adalah peperangan intelektual, jadi saya memang kritis terhadap pemerintah Amerika tetapi saya bukan satu-satunya. Orang Amerika juga banyak yang seperti itu," ujarnya kepada dua orang petugas imigrasi.

Mereka hanya senyum-senyum saja sambil membuat catatan-catatan di buku yang dibawanya, tanpa menjawab. Kemudian pergi.

Usai shalat Maghrib berjamaah di masjid, Ahmad menceritakan kabar tentang apa yang terjadi di hari tersebut. Mereka yang di masjid memarahi Ahmad, "Kamu itu bodoh, mereka itu kan cuma pegawai biasa mengapa kamu jawab jujur begitu, bisa-bisa kamu diciduk," ujar salah seorang jamaah. Bagi mereka sikap Ahmad itu terlalu berani.

Imam masjid di Amerika pun tidak ada yang seberani itu. Misalnya pada saat Chechnya diserang Rusia, dalam bacaan qunutnya ketika baca qunut para imam masjid berdoa yang sangat mengharukan "Yaa Allah kalahkanlah tentara Rusia... menangkanlah kaum Muslim Chechnya". Tetapi ketika Amerika menggempur Afghanistan, Ahmad tidak mendengar doa qunut yang menginginkan Amerika kalah.

Mengenal HT

Ahmad Utomo lahir di Jakarta pada 10 Juli 1973. Sekolah sejak SD hingga kelas 2 SMA di Semarang. Kelas tiga ia teruskan di Amerika karena ia terpilih dalam program pertukaran pelajar selama setahun. Kemudian ia mendapat beasiswa meneruskan kuliah di Amerika.

Sejak S1, setiap diskusi keislaman pemikiran Nurcholis Majid jadi rujukannya sampai ia bertemu mahasiswa asal Maroko di Islamic Center San Antonio, di sela-sela penelitian S3-nya. Saat itu 1997. Seorang peserta diskusi menyodorkan buletin yang berjudul 'Membakar Rumah Sendiri', dalam bahasa Inggris.

Isinya ternyata membahas Jamaluddin Al Afghani, Rasyid Ridha. Pembahasannya sangat bertolak belakang dengan yang ditulis Nurcholis Majid. Cak Nur menyebutkan mereka itu pembaharu, reformis, tetapi di buletin tersebut mereka menjadi tokoh antagonis. "Ini sangat mengagetkan saya" ujar Ahmad.

"Baca saja, pekan depan ketemu yuk kita diskusi," kenangnya menirukan ucapan lelaki yang ternyata anggota HT itu. Karena Ahmad Utomo adalah tipe orang yang suka diskusi maka ia pun menerima ajakan itu dan berdiskusi di rumahnya secara rutin. "Kami diskusi dari jam 10 malam hingga jam satu atau dua pagi".

Tidak terasa karena pembahasannya sangat menarik. Ahmad Utomo benar-benar merasa mendapat pencerahan. Kebaikan AS selama ini dengan memberikan beasiswa kepadanya ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kedzaliman negara pengemban kapitalisme itu merampok sumber daya alam negeri-negeri kaum Muslim dan membunuhi penduduknya yang melawan.

Di Amerika saat itu personel HT memang masih sedikit namun demikian dianggap vokal menentang kesewenangan Amerika terhadap negeri-negeri Muslim. Akibatnya yang banyak menentang HT itu orang Islam Amerika sendiri. Karena bagi kebanyakan Muslim di Amerika, HT ini dianggap membahayakan posisi mereka yang sudah mapan dan nyaman tinggal di sana. Apalagi setelah 911, Mereka kuatir tiba-tiba dijerat UU secret evidence, yang melegalkan pemerintah menangkap siapa saja meski tanpa menunjukkan bukti. Akhirnya kalau pun mereka setuju dengan HT itu di hati atau secara diam-diam.

Ada satu nasihat dari syabab asal Maroko itu yang selalu terngiang di benak yang membuat ia berani menyuarakan kebenaran, "Takutlah hanya kepada Allah SWT, jangan manusia. Karena yang memberi kamu rezeki itu hanyalah Allah bukan manusia".[] joko prasetyo

Riwayat Akademik Sang Pakar Kanker


Saat ini Ahmad Utomo bekerja sebagai Peneliti Utama di Divisi Kanker pada salah satu perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia dan Pembimbing (kedua) mahasiswa S2 Fakultas Kedokteran UI Program Biomedik yang melakukan penelitian kanker. Ia pun pernah sebagai penguji eksternal proposal dana hibah UI.

Adapun riwayat akademisnya adalah sebagai berikut:

- Postdoctoral Research Fellow (2003-2007), Brigham and Women's Hospital and Harvard Medical School, Boston, Massachusetts USA.

- Senior Research Fellow, American Lung Association (2005-2007), USA.

- PhD Molecular Medicine 2003 University of Texas Health Science Center at San Antonio, Texas USA.

- BS Chemistry Magna Cum Laude 1999, Angelo State University, San Angelo, Texas, USA

Penghargaan:

- American Chemical Society Undergraduate Achievement Awards (1999) penghargaan dari Masyarakat Kimia Amerika ketika menyelesaikan program S1-Kimia

- Carr Academic and Research Scholarship (1992-1999)

- American Lung Association Senior Fellowship (2005-2007), USA.

Berbagai publikasi internasional dan nasional telah ditulisnya.


sumber : http://www.mediaumat.com/sosok/1269.html

Tidak ada komentar: