Selasa, 31 Mei 2011
Dr Mohammad Salim Atchia, MBA : Ikhlas dan Sabar Hadapi Cobaan
Ia berubah total. Merayakan Natal dan pacaran ia tinggalkan lantaran ingin kembali ke jalan yang benar. Cobaan pun menghadang, tetapi ia tetap istiqamah dalam dakwah.
Hampir pada setiap even besar perjuangan penegakan syariah dan Khilafah yang diselenggarakan di berbagai negara, tokoh Hizbut Tahrir Inggris Mohammad Salim Atchia selalu hadir sebagai pembicara. Dengan tegas, lugas dan lantang ia selalu meneriakan syariah dan Khilafah sebagai solusi atas seluruh problematika manusia.
Ketika ada yang menuding Khilafah sebagai negara diktator dengan tegas ia menyatakan bahwa itu merupakan cara pandang yang salah. Cara pandang itu lahir dari cara pandang sistem Kapitalisme Barat. Selain itu, opini yang ada 'digiring' ke polarisasi dua kutub; kalau tidak demokrasi, ya diktator. Tujuannya, agar kaum Muslim percaya bahwa jika tidak sistem demokrasi maka yang ada adalah sistem diktator.
“Mari kita lihat apakah sistem kekhalifahan itu dan mana yang bukan sistem kekhalifahan,” tegas pria kelahiran Inggris 7 Juli 1967 ini.
Khalifah adalah orang yang memerintah sepanjang berpegang pada Islam. Ia tidak berkata atau berbuat apa yang ia mau, melainkan harus merujuk pada Alquran, Sunah, Ijma Sahabat dan Qiyas. Tidak seperti yang ada sekarang.
Ia pun mencontohkan saat Pervez Musharaf masih menjadi presiden Pakistan. Musharaf terlihat sebagai orang yang berbuat baik, padahal ia merampas kekuasaan dari rakyat. Lalu pemerintahan Barat mendukungnya. Jika ini bukan diktator, lalu apa? Khalifah tidak seperti itu.
Khalifah mempunyai kewenangan memerintah secara total dan jika memerintah dengan menyimpang dari ketentuan Alquran dan Sunah maka ia bisa diturunkan. Sistem Khilafah tidak mempunyai istilah seperti di Barat, yakni pemilu setiap empat tahun atau lima tahun sekali, padahal presiden memerintah dengan semaunya.
Jadi bedanya, kalau Khalifah menyimpang, ia akan diturunkan tanpa perlu menunggu lima tahun. Ia tidaklah memerintah dengan semaunya. Sebab, semua kebijakannya hanya bersandar pada tuntunan Allah SWT. “Jadi, ide bahwa Khalifah adalah diktator itu tidak benar,” bantahnya.
Tegar
Sebelum bergabung dengan HT Inggris, ia memang sudah peduli terhadap permasalahan umat dan negeri-negeri Islam. “Tapi saya tidak tahu apa solusinya, apa yang seharusnya saya lakukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu,” ujar Salim kepada Media Umat menceritakan masa lalunya sebelum mengenal Hizbut Tahrir.
Ia mengenal Hizbut Tahrir untuk pertama kali pada tahun 1991. Pada saat itu ia sangat terkesan dengan kedalaman dan keluasan informasi seorang syabab Hizbut Tahrir. Berawal dari sekedar ngobrol soal tiket kereta api dalam pandangan Islam hingga membahas masalah keimanan dan demokrasi.
Salim terperangah ternyata demokrasi bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, hanya Alquran, Hadits, Ijma Sahabat dan Qiyas saja yang dijadikan sumber hukum. Tetapi dalam demokrasi sumber hukum Islam itu hanya dijadikan salah satu opsi saja bahkan bila suara terbanyak menolaknya tentu tidak dijadikan opsi sama sekali.
“Saya belum pernah mendengar penjelasan sedetail itu sebelumnya,” akunya. Maklumlah ia lahir dari keluarga Muslim sekuler, tidak berpikir islami. Maka tidak aneh meski ia belajar di universitas Islam dan mengenal shalat tapi turut merayakan Natal, bergaul bebas dengan teman-teman wanita.
Salim semakin tertarik untuk mengaji lebih lanjut tentang Islam dan HT lantaran para aktivis HT mampu menjawab banyak pertanyaan yang bergelayut di benaknya. “Mereka menjawab dengan bukti dan fakta. Mereka menerapkan Islam pada setiap permasalahan,” ujarnya. Ia pun sadar dan berubah total.
Namun baru saja ia mencoba menjadi seorang Muslim sejati cobaan langsung menghampiri. Tidak tanggung-tanggung cobaan itu datang lewat istrinya. “Istri saya meminta saya untuk bertransaksi riba. Tentu saja saya menolaknya. Karena hal itu haram sebagaimana yang saya pahami selama belajar di Hizbut Tahrir,” ungkapnya.
Istrinya mengancam akan murtad dan meninggalkannya bila ia tetap tidak mau bertransaksi riba. Salim tetap teguh pendirian. Permasalahan ini pada akhirnya membuat istrinya murtad dan meninggalkannya.
Di kampus tempatnya mengajar pun cobaan menghadang. Seorang Muslim yang berbeda pendapat dengan HT telah melaporkan tuduhan miring tentang dirinya kepada pihak berwenang. Pihak berwenang akhirnya melarangnya untuk memberikan khutbah maupun ceramah. “Dekan universitas memperlakukan saya demikian cukup lama,” terang Salim.
Pada saat Konferensi Khilafah Internasional di Jakarta 2007 ia tampil sebagai pembicara. Sepulang dari menghadiri konferensi Khilafah di Indonesia, ia diskors dari pekerjaan dan ia pun memilih mengundurkan diri dari kantornya itu.
Petugas kepolisian pernah mendatangi rumahnya. Sejak saat itu pihak otoritas dan kepolisian terus mengawasinya. Pihak otoritas juga pernah menahannya di Bandara United Kingdom. “Terakhir di Dubai, pada saat kami akan menghadiri konferensi, pihak keamanan Dubai menyita semua barang-barang kami,” ujar Salim.
Semua cobaan itu ia hadapi dengan ikhlas dan penuh kesabaran. “ Karena bagaimanapun ujian dakwah yang saya alami masih belum seberapa jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita di negeri-negeri Islam lainnnya,” pungkas Salim mantap.[] roni ruslan/joko prasetyo
http://mediaumat.com/sosok/2650-52-ikhlas-dan-sabar-hadapi-cobaan.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar